Kami main ke Museum di Tengah Kebun. Asal mulanya juga sebetulnya nggak begitu jelas. Cuman hari Selasa malam saya chatting sama @ratnakwik, dan dia cerita abis dari sana, sambil ngasi link blognya dia, yang menceritakan dengan lebih jelas dan lebih oke apa itu Museum Tengah Kebun, bagaimana [calon] pengunjung harus reservasi dulu kalo mau main dengan jumlah minimal orang tujuh orang. Bagaimana museum hanya buka pada hari Rabu, Kamis, Sabtu, dan Minggu, dengan membuka dua sesi kunjungan (9:45 dan 12:30).
Entah kenapa, dengan beberapa hal yang nyentrik itu, menggerakkan saya untuk Rabu paginya menelpon ke 021-7196907, tanya-tanya, terus ngebujuk beberapa teman, dan nelpon ulang untuk bikin reservasi besok Kemis paginya. Wak wak waak…
Jadilah, Kamis pagi sampai siang itu, kami serasa diajak meninggalkan Jakarta. Rumah besar yang diisi dengan dua ribuan koleksi dari 63 negara itu membius kami hampir berjam-jam lamanya. Ditemani Pak Mirza, keponakan dari Pak Djalil yang dengan setia menemani dan membanjiri kami dengan cerita-ceritanya. Pelajaran sejarah, geografi, agama, kewarganegaraan lengkap kami dapat siang itu.
Sekitar pukul 12 siang, setelah selesai mengunjungi seluruh tujuh belas ruangan, yang masing-masing diberi nama yang berbeda-beda oleh pemiliknya, kami beristirahat di halaman belakang rumah. Jadi dari 4200 m2 luas seluruh tanahnya, 3500 m2 dijadikan taman asri, lengkap dengan kolam renang berwarna biru jernih yang rasanya memanggil-manggil kami untuk nyemplung, well.. okeey… saya aja mungkin
Menghabiskan waktu di taman itu sama sekali nggak terasa saat itu sudah tengah hari. Rasanya lagi liburan di Bali! Hanya perut yang keroncongan yang mengingatkan kami. Kalo nggak kelaperan, mungkin bisa sampe sore kali, ya di sana. Ahahahah. Kami sempat juga bertemu dengan Pak Djalil yang kebetulan sedang beristirahat di ruang tidurnya. Jadi memang rumah ini, meskipun dijadikan museum, masih digunakan sebagai tempat tinggal sehari-hari. Bahkan katanya, kegiatan sehari-sehari, seperti misalnya memasak dan makan masih dilakukan di ruangan besar dengan meja dan kursi-kursi kayu antik dari Denmark, dikelilingi oleh berbagai benda koleksi Pak Djalil ini. Sayangnya, karena Pak Djalil sedang sakit, kami jadi nggak punya kesempatan untuk berlama-lama ngobrol dengan beliau. Pak Mirza sempat menyebut bahwa dulunya Pak Djalil bekerja di dunia advertising, ketika saya googling sebentar mengenai beliau, ternyata beliau inilah yang menciptakan tagline “Honda, Selalu Lebih Unggul”. Hihi. (Intermezzo dikit, ahh. Dilarang protes)
salah satu
koleksi lucu yang saya suka banged! :D
Oh ya,
sedikit tips kalo mau ke sini, harus on time! Pak Djalil terkenal sangat
perfeksionis, termasuk dalam hal waktu, dan ini menurun juga ke keponakannya.
Saya dan rombongan kemarin sempat terlambat sekitar lima belas menit dari waktu
yang saya janjikan, yang ternyata sudah ditunggu sejak setengah jam sebelumnya,
dan nggak dipungkiri menjadi lima belas menit yang cukup membuat saya merasa
bersalah sepanjang perjalanan menuju ke sana. Nggak perlu juga berangkat lebih
awal, karena sama aja, sih, nggak akan dibukakan juga kalo belom waktunya buka.
Overall, tempat yang unik dan worth it
banged untuk dikunjungi. Nggak akan rugi, deh! Apalagi, belum lama ini, bulan
Mei kemarin, museum Tengah Kebung baru saja merebut piala bergilir sebagai
Museum Terbaik dari 62 museum yang ada di Jakarta. Posisinya juga pas banged,
di Kemang, tepatnya di Jl. Kemang Timur Raya no 66, jadi begitu selesai main ke
museum, bisa langsung balik lagi jadi anak nongkrong
Tidak ada komentar:
Posting Komentar